Saturday 11 February 2012

7 Penyakit mental manusia

http://i.dailymail.co.uk/i/pix/2007/04_01/stressDM0904_228x351.jpg
1. Menyalahkan orang lain
Itu penyakit P dan K, yaitu Primitif dan Kekanak-kanakan.
Primitif. Menyalahkan orang lain adalah  pola pikir orang primitif. Di pedalaman Afrika, kalau ada orang yang sakit, yang Dipikirkan adalah: "Siapa nih yang nyantet?" Selalu "siapa", Bukan "apa" penyebabnya. Bidang kedokteran modern selalu mencari tahu "apa" sebabnya, bukan "siapa". Jadi kalau kita berpikir menyalahkan orang lain, itu sama dengan sikap primitif. Pakai koteka aja deh, nggak usah pakai dasi dan jas.
Kekanak-kanakan. Kenapa? Anak-anak selalu nggak pernah mau disalahkan. Kalau ada piring yang jatuh, "Adik tuh yang salah", atau, "Mbak tuh yang salah". Anda pakai celana monyet aja kalau bersikap begitu. Kalau kita manusia yang berakal dan dewasa selalu akan mencari sebab terjadinya sesuatu.

2. Menyalahkan diri sendiri
Menyalahkan diri sendiri bahwa dirinya merasa tidak mampu. Ini berbeda dengan mengakui kesalahan. Anda pernah mengalaminya? Kalau anda bilang tidak pernah, berarti anda bohong. "Ah, dia sih bisa, dia ahli, dia punya jabatan, dia berbakat, dan sebagainya, Lha, saya ini apa ?, wah saya nggak bisa deh. Dia S3, lha, saya SMP, wah nggak bisa deh. Dia punya waktu banyak, saya sibuk, pasti nggak bisa deh". Penyakit ini seperti kanker, tambah besar, besar di dalam mental diri sehingga bisa mencapai "improper guilty feeling".

Jadi walau yang salah partner, anak buah, atau bahkan atasan, berani bilang, "Saya kok yang memang salah, tidak mampu, dan sebagainya". Penyakit ini pelan-pelan bisa membunuh kita. Merasa inferior, kita tidak punya kemampuan. Kita sering membandingkan keberhasilan orang lain dengan kekurangan kita, sehingga keberhasilan orang lain dianggap Wajar karena mereka punya sesuatu lebih yang kita tidak punya.

3. Tidak punya goal atau cita-cita
Kita sering terpaku dengan kesibukan kerja, tetapi arahnya tidak jelas. Sebaiknya kita selalu mempunyai target kerja dengan milestone. Buat target jangka panjang dan jangka pendek secara tertulis. Ilustrasinya kayak gini: Ada anjing jago lari yang sombong. "Apa sih yang nggak bisa saya kejar, kuda aja kalah sama saya". Kemudian ada kelinci lompat-lompat, kiclik, kiclik, kiclik. Temannya bilang, “Nah tuh ada kelinci, kejar aja". Dia kejar itu kelinci, wesss...., kelinci lari lebih kencang, anjingnya ngotot ngejar dan kelinci lari sipat-kuping (sampai nggak dengar / peduli apa-apa), dan akhirnya nggak terkejar, kelinci masuk pagar. Anjing kembali lagi ke temannya dan diketawain. "Ah, lu, katanya jago lari, sama kelinci aja nggak bisa kejar. Katanya lu paling kencang". "Lha dia goalnya untuk tetap hidup sih, survive, lha gua goalnya untuk fun aja sih". Kalau "GOAL" kita hanya untuk "FUN", isi waktu aja, ya hasilnya cuma terengah-engah saja.

4. Mempunyai "goal", tapi ngawur mencapainya
Biasanya dialami oleh orang yang tidak "teachable". Goalnya salah, focus kita juga salah, jalannya juga salah, arahnya juga salah. Ilustrasinya kayak gini : ada pemuda yang terobsesi dengan emas, karena pengaruh tradisi yang mendewakan emas. Pemuda ini pergi ke pertokoan dan mengisi karungnya dengan emas dan seenaknya ngeloyor pergi. Tentu saja ditangkap polisi dan ditanya. Jawabnya, "Pokoknya saya mau emas, saya nggak mau lihat kiri-kanan".

5. Mengambil jalan pintas (shortcut)
Keberhasilan tidak pernah dilalui dengan jalan pintas. Jalan pintas tidak membawa orang ke kesuksesan yang sebenarnya, karena tidak mengikuti proses. Kalau kita menghindari proses, ya nggak matang, kalaupun matang ya dikarbit. Jadi, tidak ada tuh jalan pintas. Pemain bulutangkis Indonesia bangun jam 5 pagi, lari keliling Senayan, melakukan smash 1000 kali. Itu bukan jalan pintas. Nggak ada orang yang leha-leha tiap hari pakai sarung, terus tiba- tiba jadi juara bulu tangkis. Nggak ada! Kalau anda disuruh taruh uang 1 juta, dalam 3 minggu jadi 3 juta, masuk akal nggak tuh? Nggak mungkin!. Karena hal itu melawan kodrat.

6. Mengambil jalan terlalu panjang, terlalu santai
Analoginya begini: Pesawat terbang untuk bisa take-off, harus mempunyai kecepatan minimum. Pesawat Boeing 737, untuk dapat take- off, memerlukan kecepatan minimum 300 km/jam. Kalau kecepatan dia cuma 50 km/jam, ya Cuma ngabis-ngabisin avtur aja, muter-muter aja. Lha, kalau jalannya runwaynya lurus anda cuma pakai kecepatan 50 km/jam, ya nggak bisa take-off, malah nyungsep iya. Iya kan?

7. Mengabaikan hal-hal kecil
Dia maunya yang besar-besar, yang heboh, tapi yang kecil-kecil nggak dikerjain. Dia lupa bahwa struktur bangunan yang besar, pasti ada komponen yang kecilnya. Maunya yang hebat aja. Mengabaikan hal kecil aja nggak boleh, apalagi mengabaikan orang kecil.

0 komentar: